Proklamasi 17 Agustus 1945 , siapa tahu ada yang terlupa. Kita sebagai
anak muda yang merupakan generasi penerus Bangsa Indonesia sekiranya
wajib mengetahui hal yang penting ini. Orang berkata “masa lalu adalah
cerminan dari masa kini dan masa kini adalah cerminan dari masa
depan”.br /br /Pada tahun 1941 pertengahan tahun 1942, dimana penjajah
bangsa Belanda yang sudah berabad abad menguasai bumi pertiwi ini dan
akhirnya takluk dengan bangsa Jepang yang menguasai Republik Indonesia
selama 3,5 tahun dan akhirnya pada tahun 1945 Jepangpun kalah dengan
pasukan sekutu, tanggal 6 Agustus 1945 pukul 08.15, bom atom pertama
dijatuhkan di Hiroshima, menyebabkan lebih 70 ribu orang dari kota yang
berpenduduk 350 ribu jiwa tewas seketika. Tanggal 9 Agustus 1945, bom
atom kedua dijatuhkan ke Nagasaki. Sepertiga kota itu hancur dan tidak
kurang 75 ribu orang tewas. Kaisar Hirohito menganggap Jepang sudah
tidak mungkin lagi meneruskan peperangan dan kemudian memaklumatkan
kekalahannya “menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Menyerahnya Jepang
hampir tidak diketahui rakyat di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang,
rakyat buta terhadap berita-berita luar negeri. Semua radio disegel.
Mereka yang ketahuan mendengarkan siaran radio musuh sangat besar
risikonya: ditangkap Kempetai (polisi milter Jepang) dan dituduh
mata-mata musuh. Tuduhan yang bisa membawa kematian orang bersangkutan.
Catatan dari seorang pimpinan Barisan Pelopor (Korps Pionir) tentang
situasi akhir 1944. Setiap hari tampak hilir mudik mayat-mayat berjalan
(tinggal kulit pembungkus tulang). Tubuh mayit berjalan itu penuh kutu
di bajunya yang compang-camping. Baju yang terbuat dari bahan karung
goni, tali rami, atau karet. Mayit-mayit manusia itu ada di mana-mana,
di lubang perlindungan, di kuburan Cina, juga di tempat-tempat
pembuangan sampah. Tergolek lemah tanpa daya. Ketika Jepang bertekuk
lutut, yang mendengar kekalahan itu antara lain Sutan Sjahrir. Ia
dikenal sebagai tokoh anti-Jepang yang bekerja di bawah tanah dan selalu
mendengarkan siaran radio gelap. Pemuda Minang bertubuh kecil ini
kemudian span class=”fullpost”menyebarkan berita kekalahan Jepang itu
kepada para pemuda. Para pemuda pun mendesak Bung Karno agar segera
memproklamasikan kemerdekaan. Sebelum proklamasi di proklamirkan ada
berberapa peristiwa yang terjadi.br /br /Berikut fakta sejarah yang
terjadi menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diperoleh dari
berbagai rangkuman sumber sejarah Bangsa Indonesia antara lain dari :
Sekretariat Negara RI Wikipedia ) :br /br /Pertama yang terjadi adalah
:br /Perdebatan Antara Golongan Tua Golongan Mudabr /Proklamasi,
ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan
golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya
sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam
suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja,
mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat.
Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa
Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama
dengan Jepang.br /Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan,
diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua
tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI
). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang
dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh
golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan
Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi
Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur
tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan
penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong
mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta ( lihat
Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:77-81 )br /Tanggal 15 Agustus
1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta,
tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara
sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan
sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo (
1978:85-87 ) sebagai berikut:br /” Sekarang Bung, sekarang! malam ini
juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung
Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan
maksud mengusir tentara Jepang. ” Kita harus segera merebut kekuasaan !”
tukas Sukarni berapi-api. ” Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !”
seru mereka bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan
pernyataan; ” Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam
ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan
pembunuhan besar-besaran esok hari .”br /Mendengar kata-kata ancaman
seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil
berkata: ” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah
leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”. Hatta
kemudian memperingatkan Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita
sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali
menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa
yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan
sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak
memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno
untuk melakukan hal itu ?”br /Namun, para pemuda terus mendesak; ”
apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita
sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk
dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang
memprokla¬masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyata¬kan
kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?”. Dengan lirih, setelah
amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak
cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara
Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya ? Mana bukti
kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk
menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan
kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan
dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di
atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.br
/Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya
semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno
menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding
dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk
berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad
Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak
lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda
tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan
timbulnya banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para
pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang;
menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua
tokoh itu dari pengaruh Jepang.br /Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16
Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke
Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu sangat mengecewakan Bung Karno,
sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi ( 1984:60 ). Bung Karno marah
dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan
pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai
tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung
Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para
pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya,
dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut
sertakan.br /Rengasdengklok kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para
pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer;
antara anggota PETA ( Pembela Tanah Air ) Daidan Purwakarta dengan
Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan
latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil
sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan
mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati
Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah
Bandung atau Jawa Tengah.br /Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di
Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera
melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan
Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki
wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok,
segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan
kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan
proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda
di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja.
Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka
sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan
Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; ” Revolusi berada di
tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak
memulai revolusi malam ini, lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno
sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala.
Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.br /Waktu
suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah
ia mulai berbicara; ” Yang paling penting di dalam peperangan dan
revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan
seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “. ” Mengapa justru
diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?”
tanya Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak
dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih
memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku,
bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci.
Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita
semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17
besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia,
Jumat suci. Al-Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17
rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia “.
Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di
Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi ( 1984:61 ).br
/Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua
dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus
dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk
menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan
kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar
Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok
untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di
Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan,
bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus
1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi
PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta
kembali ke Jakarta ( Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83 ).br
/Merumuskan Teks Proklamasi Kemerdekaanbr /Rombongan Soekarno-Hatta tiba
di Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju rumah Laksamana Tadashi
Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih dahulu menurunkan
Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno. Rumah Laksamada Maeda, dipilih
sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi karena sikap Maeda sendiri
yang memberikan jaminan keselamatan pada Bung Karno dan tokoh-tokoh
lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo ( 1978:60-61 ) melukiskan sikap
Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda tentunya memberi kesan aneh bagi
orang-orang Indonesia itu, karena perwira Angkatan Laut ini selalu
berhubungan dengan rakyat Indonesia.br /Sebagai seorang perwira Angkatan
Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari rata-rata seorang
perwira Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan yang lebih tepat tentang
keadaan dari orang-orang militer yang agak sempit pikirannya. Ia dapat
berbicara dalam beberapa bahasa. Ia adalah pejabat yang bertanggungjawab
atas Bukanfu di Batavia; kantor pembelian Angkatan Laut di Indonesia.
Ia tidak khusus membatasi diri hanya pada tugas-tugas militernya saja,
tetapi agar dirinya dapat terbiasa dengan suasana di Jawa , ia membentuk
suatu kantor penerangan bagi dirinya di tempat yang sama yang
pimpinannya dipercayakan kepada Soebardjo. Melalui kantor inilah, yang
menuntut biaya yang tidak sedikit baginya, ia mendapatkan pengertian
tentang masalah-masalah di Jawa lebih baik dari yang didapatnya dari
buletin-buletin resmi Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan
diri untuk mendirikan asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda
Indonesia . Pemimpin-pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru
untuk mengajar di asrama itu. Doktrin-doktrin yang agak radikal
dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang militer, ia berhasil
mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti bahwa
keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan mereka selalu bisa dinyatakan
kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan
kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha penting
bagi masa depan bangsanya.br /Malam itu, dari rumah Laksamana Maeda,
Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui Somobuco ( kepala
pemerintahan umum ), Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya
mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura mengatakan bahwa
karena Jepang sudah menyatakan menyerah kepada Sekutu, maka berlaku
ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status
quo . Tentara Jepang diharuskan tunduk kepada perintah tentara Sekutu.
Berdasarkan garis kebi ¬ jakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta
mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerde ¬
kaan. Melihat kenyataan ini, Soekarno-Hatta sampai pada kesimpulan bahwa
tidak ada gunanya lagi untuk membicara¬kan soal kemerdekaan Indonesia
dengan Jepang. Mereka hanya berharap agar pihak Jepang tidak
menghalang-ha ¬ langi pelaksanaan proklamasi kemerdekaan oleh rakyat
Indonesia sendiri ( Hatta, 1970:54-55 ).br /Setelah pertemuan itu,
Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan
rumah Laksamana Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda,
sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua
ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan
Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno,
Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan
tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan pemuda,
menunggu di serambi muka.br /Menurut Soebardjo ( 1978:109 ) di ruang
makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam, rumusan teks
Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun. Soekarno menuliskan
konsep proklamasi pada secarik kertas. Hatta dan Ahmad Soebardjo
menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks
Proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan
Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan
pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat pertama hanyalah
merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan
nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan pernyataan
mengenai pengalihan kekuasaan ( transfer of sovereignty ). Maka
dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.br /Setelah
kelompok yang menyendiri di ruang makan itu selesai merumuskan teks
Proklamasi, kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin
yang berkumpul di ruangan itu. Saat itu, dinihari menjelang subuh. Jam
menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan
membacakan rumusan teks Proklamasi yang masih merupakan konsep.
Soebardjo ( 1978:109-110 ) melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara
teks Proklamasi ditik, kami menggunakan kesempatan untuk mengambil
makanan dan minuman dari ruang dapur, yang telah disiapkan sebelumnya
oleh tuan rumah kami yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas.
Kami belum makan apa-apa, ketika meninggalkan Rengasdengklok. Bulan itu
adalah bulan suci Ramadhan dan waktu hampir habis untuk makan sahur,
makan terakhir sebelum sembahyang subuh. Setelah kami terima kembali
teks yang telah ditik, kami semuanya menuju ke ruang besar di bagian
depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi di dalam ruangan.
Saya bercampur dengan beberapa anggota Panitia di tengah-tengah ruangan.
Sukarni berdiri di samping saya. Hatta berdiri mendampingi Sukarno
menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi tanggal 17
Agustus 1945, pada saat Soekarno membuka pertemuan dini hari itu dengan
beberapa patah kata.br /“Keadaan yang mendesak telah memaksa kita semua
mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan teks telah
siap dibacakan di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa
saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat
berjalan terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar
menyingsing“. Kepada mereka yang hadir, Soekarno menyarankan agar
bersama-sama menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa
Indonesia . Saran itu diperkuat oleh Mohammad Hatta dengan mengambil
contoh pada “Declaration of Independence ” Amerika Serikat. Usul itu
ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalau tokoh-tokoh golongan
tua yang disebutnya “budak-budak Jepang” turut menandatangani naskah
proklamasi. Sukarni mengusulkan agar penandatangan naskah proklamasi itu
cukup dua orang saja, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama
bangsa Indonesia . Usul Sukarni itu diterima oleh hadirin.br /Naskah
yang sudah diketik oleh Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh
Soekarno dan Mohammad Hatta. Persoalan timbul mengenai bagaimana
Proklamasi itu harus diumumkan kepada rakyat di seluruh Indonesia , dan
juga ke seluruh pelosok dunia. Di mana dan dengan cara bagaimana hal ini
harus diselenggarakan? Menurut Soebardjo ( 1978:113 ), Sukarni kemudian
memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan
untuk datang berbondong-bondong ke lapangan IKADA pada tanggal 17
Agustus untuk mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Akan tetapi Soekarno
menolak saran Sukarni. ” Tidak ,” kata Soekarno, ” lebih baik dilakukan
di tempat kediaman saya di Pegangsaan Timur. Pekarangan di depan rumah
cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita harus memancing-mancing
insiden ? Lapangan IKADA adalah lapangan umum. Suatu rapat umum, tanpa
diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa militer, mungkin akan
menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan kekerasan antara rakyat dan
penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan
terjadi. Karena itu, saya minta saudara sekalian untuk hadir di
Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi .” Demikianlah keputusan
terakhir dari pertemuan itu.br /Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan
Indonesiabr /Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17
Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Embun pagi masih menggelantung di
tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari
rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan
teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi.
Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan
kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan
menyebarkannya ke seluruh dunia ( Hatta, 1970:53 ).br /Menjelang
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56
cukup sibuk. Wakil Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo
untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon dan
beberapa pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud
untuk mempersiapkan satu tiang bendera. Karena situasi yang tegang,
Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua tiang
bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang
bambu yang berada di belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi
tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera yang
dijahit dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah disiapkan.
Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya berukuran
tidak sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan untuk
bendera.br /Sementara itu, rakyat yang telah mengetahui akan
dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah Soekarno
telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan rakyat yang berbaris
teratur. Beberapa orang tampak gelisah, khawatir akan adanya pengacauan
dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi belum juga
dimulai. Waktu itu Soekarno terserang sakit, malamnya panas dingin terus
menerus dan baru tidur setelah selesai merumuskan teks Proklamasi. Para
undangan telah banyak berdatangan, rakyat yang telah menunggu sejak
pagi, mulai tidak sabar lagi. Mereka yang diliputi suasana tegang
berkeinginan keras agar Proklamasi segera dilakukan. Para pemuda yang
tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera membacakan teks
Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks Proklamasi tanpa
kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit sebelum acara dimulai, Mohammad
Hatta datang dengan pakaian putih-putih dan langsung menuju kamar
Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Mohammad Hatta, Bung Karno bangkit
dari tempat tidurnya, lalu berpakaian. Ia juga mengenakan stelan
putih-putih. Kemudian keduanya menuju tempat upacara.br /Marwati Djoened
Poesponegoro ( 1984:92-94 ) melukiskan upacara pembacaan teks
Proklamasi itu. Upacara itu berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol.
Latief Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi aba-aba
kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi untuk
berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief
kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa
langkah mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno
mengucapkan pidato pendahuluan singkat sebelum membacakan teks
proklamasi.br / br /“Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara
hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam
sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang
untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.
Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya
ada turunnya. Tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di
dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak
berhenti. Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan
diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga
kita sendiri. Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah
saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air
kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil
nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka
kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat
Indonesia dari seluruh Indonesia , permusyawaratan itu seia-sekata
berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan
kemerdekaan kita.br /Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan
kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami: PROKLAMASI; Kami
bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan
cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta , 17
Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.br /Demikianlah
saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi
yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita
menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara Republik Indonesia merdeka,
kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu“. (
Koesnodiprojo, 1951 ).br /Acara, dilanjutkan dengan pengibaran bendera
Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak
tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter di depan
tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan bendera, dia
menolak: ” lebih baik seorang prajurit ,” katanya. Tanpa ada yang
menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau dekil
maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki
yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief
Hendraningrat.br / br /Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang
memimpin, para hadirin dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Bendera dikerek dengan lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan irama
lagu Indonesia Raya yang cukup panjang. Seusai pengibaran bendera,
dilanjutkan dengan pidato sambutan dari Walikota Soewirjo dan dr.
Muwardi.br /Setelah upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, Lasmidjah
Hardi ( 1984:77 ) mengemukakan bahwa ada sepasukan barisan pelopor yang
berjumlah kurang lebih 100 orang di bawah pimpinan S. Brata, memasuki
halaman rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang
penuh kecewa S. Brata meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi
sekali lagi. Mendengar teriakan itu Bung Karno tidak sampai hati, ia
keluar dari kamarnya. Di depan corong mikrofon ia menjelaskan bahwa
Proklamasi hanya diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya.
Mendengar keterangan itu Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung
Karno memberi amanat singkat. Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai
upacara itu rakyat masih belum mau beranjak, beberapa anggota Barisan
Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di depan kamar Bung Karno.br
/Tidak lama setelah Bung Hatta pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79)
datang tiga orang pembesar Jepang. Mereka diperintahkan menunggu di
ruang belakang, tanpa diberi kursi. Sudiro sudah dapat menerka, untuk
apa mereka datang. Para anggota Barisan Pelopor mulai mengepungnya. Bung
Karno sudah memakai piyama ketika Sudiro masuk, sehingga terpaksa
berpakaian lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang dengan
Bung Karno: ” Kami diutus oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk
melarang Soekarno mengucapkan Proklamasi .” ” Proklamasi sudah saya
ucapkan,” jawab Bung Karno dengan tenang. ” Sudahkah ?” tanya utusan
Jepang itu keheranan. ” Ya, sudah !” jawab Bung Karno. Di sekeliling
utusan Jepang itu, mata para pemuda melotot dan tangan mereka sudah
diletakkan di atas golok masing-masing. Melihat kondisi seperti itu,
orang-orang Jepang itu pun segera pamit. Sementara itu, Latief
Hendraningrat tercenung memikirkan kelalaiannya. Karena dicekam suasana
tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari PFN untuk mendokumentasikan
peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS yang plat filmnya
tinggal tiga lembar ( saat itu belum ada rol film ). Sehingga dari
seluruh peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya ada 3 ( tiga ) ;
yakni sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat
pengibaran bendera, dan sebagian foto hadirin yang menyaksikan peristiwa
yang sangat bersejarah itu.br /br /Begitulah sedikit cerita masa lalu
yang biasa di kenal dengan sejarah bangsa Indonesia sampai mencapai
puncak kemerdekaan, semoga kita bisa memahami perjuangan putra bangsa
dan bisa menjadi penerus yang tak kalahnya dengan pahlawan yang
terdahulu. Bangkit pemuda Indonesia, tangan mu adalah persatuan
Indonesia, Kaki mu adalah pergerakan Indonesia untuk melangkah lebih
maju, pikiran mu adalah penentu tanah air di mata dunia.b
Tidak ada komentar:
Posting Komentar